Wednesday 18 January 2017

Fist of Fury (1972) - 精武门



Disiarkan : 12 November 2016


Huo Yuan Jia adalah pendekar dari Negara Tiongkok yang benar-benar pernah hidup di akhir abad 18. Dia adalah seorang pendekar dengan kemampuan bela diri yang sangat luar biasa dan tidak pernah terkalahkan hingga akhir hayatnya. Huo Yuan Jia juga dikenal sebagai salah satu pendiri Perguruan bela diri terkenal di Shanghai bernama Jing Wu atau Federasi Chin Wu (精武体育- Chin Wu Ti Yu Hui), di mana hingga hari ini Perguruan tersebut telah memiliki 59 cabang di 22 negara di dunia.

Semasa hidupnya, Huo Yuan Jia kerap mengikuti turnamen bela diri di seluruh wilayah Tiongkok untuk memperebutkan gelar Pendekar Terbaik Tiongkok. Selain itu, Huo Yuan Jia juga sering bertarung dengan para praktisi bela diri dari luar negeri untuk memperkenalkan bela diri Tiongkok kepada dunia. Karena kerap mengikuti turnamen internasional tersebut, Huo Yuan Jia dipandang sebagai Pahlawan Nasional karena telah membela nama baik Tiongkok di mata dunia.

Mungkin Pendengar tahu bahwa di masa lalu, Tiongkok merupakan negara yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat dunia, terutama Negara Barat, karena mayoritas masyarakatnya terikat pengaruh opium.  Pada pertengahan abad 17, kondisi masyarakat Tiongkok sangat memprihatinkan setelah opium masuk dan menjadi produk konsumsi mayoritas masyarakat Tiongkok. Akibatnya, banyak penduduk Tiongkok menjadi pecandu opium, dan tidak bisa melakukan hal lain selain mengisap opium.  

Tidak heran jika kemudian masyarakat Tiongkok menjadi cemoohan banyak orang, khususnya bangsa Barat dan Jepang yang sempat menjajah Tiongkok di masa itu. Bahkan di akhir abad 19, bangsa tersebut menyebut masyarakat Tiongkok sebagai 東亞病 – Dong Ya Ping Fu atau Orang Sakit dari Asia karena ketidakberdayaan mereka akibat pengaruh Opium.

Sebutan itu menjadi cemoohan yang sangat menyakitkan bagi masyarakat Tiongkok di masa itu.  Tapi meski dicemooh seperti itu, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena mayoritas masyarakat dari semua lapisan tenggelam dalam pengaruh opium, mulai dari Kaisar dan Pejabat Negara sebagai Pimpinan Tertinggi Negara, hingga masyarakat dari kalangan menengah ke bawah.  

Melihat bangsanya menjadi bahan olok-olok, Huo Yuan Jia tampil dan membuktikan kalau masyarakat Tiongkok bukan orang lemah seperti yang disebutkan bangsa Barat dan Jepang tersebut. Untuk membuktikan pada dunia luar, Huo Yuan Jia kemudian aktif mengikuti banyak turnamen bela diri internasional. Di semua turnamen itu, Huo Yuan Jia selalu menang, sehingga membukukan dirinya sebagai Pendekar Tanpa Tanding. Prestasi ini tidak hanya diakui oleh masyarakat Tiongkok saja, tetapi juga masyarakat dunia.  



LEGENDA SANG PENDEKAR :
Huo Yuan Jia adalah salah seorang pendekar legendaris yang lahir pada tanggal 18 Januari 1868 di Desa Xiao Nan He, di Tianjin, Tiongkok.

Ayah Huo Yuan Jia è Huo En Di (霍恩; 1836 - 1917), adalah seorang ahli bela diri Wu Shu dan praktisi Jurus Mi Zong Quan (Pukulan Tanpa Arah) yang bekerja sebagai pengawal kurir ekspedisi.

Huo Yuan Jia adalah anak ke-4 dari 10 bersaudara.

Karena ayah mereka adalah seorang ahli kungfu, maka sejak kecil semua saudara Yuan Jia sudah diajari kungfu dan telah menjadi ahli kungfu sejak masih kecil. Sayangnya, Hu Yuan Jia lahir dengan kondisi fisik yang sangat lemah. Sejak kecil dia selalu sakit-sakitan dan menderita asma. Karena kondisi fisiknya yang lemah, ayahnya tidak pernah mengajari Yuan Jia ilmu bela diri.  Huo En Di kemudian mengundang Guru Chen Seng Ho dari Jepang untuk mengajari pelajaran akademis kepada Yuan Jia.

Huo Yuan Jia
Meski demikian, Yuan Jia memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk mempelajari kungfu . Karena itu, diam-diam Yuan Jia selalu mengintip ayahnya mengajari ilmu kungfu pada saudara-saudaranya di siang hari, lalu malamnya dia berlatih sendiri dengan dibantu Guru Chen Seng Ho, yang diam-diam sebenarnya juga adalah seorang praktisi bela diri.

Lewat latihan terus-menerus selama lebih dari 20 tahun, Huo Yuan Jia tidak saja menguasai Wu Shu, tetapi dia berhasil mengembangkan teknik bela diri Biara Shaolin Mi Zong Quan milik ayahnya menjadi teknik Mi Zong Yi (Jurus Tanpa Arah) yang lebih kuat dan dasyat.

Pada tahun 1890, saat Yuan Jia berusia 22 tahun, keluarganya kedatangan seorang petarung dari Henan dan menantang keluarga Huo bertarung. Kakak tertua Huo menerima tantangan tersebut, namun dia kalah.

Yuan Jia kemudian maju menghadapi petarung tersebut, dan secara mengejutkan berhasil mengalahkan petarung itu. Sejak itulah keluarganya tahu kalau Huo Yuan Jia diam-diam berlatih ilmu Wu Shu. Berkat latihan yang dilakukannya secara rutin selama lebih dari 20 tahun itu, tubuhnya menjadi sangat kuat dan tidak mudah sakit lagi.

Huo Yuan Jia kemudian membantu ayahnya bekerja sebagai Pengawal Ekspedisi. Saat melakukan tugasnya mengantar sekelompok Bhiksu, Huo Yuan Jia dikepung oleh gerombolan perampok. Dengan kemampuannya, Yuan Jia berhasil mengalahkan perampok itu. Berita Yuan Jia mengalahkan perampok langsung tersebar, dan membuat namanya mulai terkenal.

Nama Huo Yuan Jia baru benar-benar dikenal banyak orang pada tahun 1901. Waktu itu Yuan Jia menerima tantangan terbuka seorang pegulat Rusia yang menantang siapa saja yang bisa mengalahkannya bertarung di Taman Xi Yuan, Tianjin. Sebelumnya, Pegulat Rusia ini telah bertarung dengan banyak petarung Tiongkok, namun tidak satu pun yang berhasil mengalahkannya.  

Pegulat Rusia itu menyebut masyarakat Tiongkok sebagai  “Orang Sakit dari Asia” (Dong Ya Ping Fu), yang membuat amarah Huo Yuan Jia meledak. Dalam pertarungan yang berlangsung hanya 2 menit, Huo Yuan Jia berhasil mengalahkan pegulat Rusia itu dan memaksanya meminta maaf pada masyarakat Tiongkok. Pegulat Rusia itu lalu menulis permintaan maafnya tersebut di koran Tiongkok.

Pendengar, Berita kemenangan Huo Yuan Jia dari Pegulat Rusia itu langsung menyebar ke seluruh Tiongkok.

Setelah berita kemenangan Huo Yuan Jia didengar masyarakat Tiongkok, mereka berbondong-bondong ingin berguru pada Huo Yuan Jia. Bahkan banyak murid padepokan bela diri Tiongkok yang keluar dan mendaftar sebagai murid Huo Yuan Jia. Kondisi ini menguatirkan para pemimpin padepokan bela diri Tiongkok karena padepokan mereka bisa tutup. Agar tidak kehilangan murid, maka mereka pun menantang Huo Yuan Jia untuk berduel.

Huo Yuan Jia menerima tantangan duel tersebut. Satu-persatu pemimpin perguruan pun datang bertarung dengan Huo Yuan Jia, tapi semuanya kalah.  

Karena selalu memenangi duel, Huo Yuan Jia menjadi sombong dan arogan. Dia kemudian rajin mendatangi setiap padepokan bela diri dan menantang para pemimpin padepokan untuk bertarung. Dia tidak saja menantang semua padepokan bela diri yang berada di sekitar Tian Jin, tetapi juga hingga ke Guang Zhou, dan Foshan.

Konon, Huo Yuan Jia juga pernah menantang Kungfu Master Huang Fei Hong dari Foshan untuk berduel, tetapi tantangan itu tidak ditanggapi Huang Fei Hong, karena dia lebih fokus mengurusi Balai Pengobatan Pao Che Lim miliknya.

Satu ketika, salah seorang pengikut Huo Yuan Jia menghina seorang guru bela diri bernama Qin Lei. Qin Lei kemudian memukuli pengikut Yuan Jia tersebut. Merasa sakit hati, sang pengikut mengadu pada Huo Yuan Jia.

Huo Yuan Jia yang marah karena pengikutnya dipukuli, lalu mengajak Qin Lei bertarung. Dalam pertarungan itu, Yuan Jia berhasil memenangi pertarungan, bahkan membunuh Qin Lei. Keluarga Qin Lei tidak terima, lalu membalas perbuatan Huo Yuan Jia dengan membantai semua anggota keluarga Huo Yuan Jia.

Kejadian itu membuat Yuan Jia terhenyak. Di dalam hatinya, timbul amarah yang lebih besar lagi. Ketika memakamkan keluarganya, Huo Yuan Jia banyak merenung. Dia kemudian memutuskan untuk meninggalkan Tian Jin untuk introspeksi diri.

Tidak ada informasi ke mana Huo Yuan Jia pergi dan menetap untuk introspeksi diri. Namun dari cerita mulut ke mulut, orang-orang mengatakan kalau Huo Yuan Jia pergi berkelana mengelilingi Tiongkok untuk memperdalam pengetahuan agama.  

Enam tahun kemudian, tepatnya tahun 1907, Yuan Jia kembali ke Tian Jin. Hal pertama yang dilakukan Huo Yuan Jia ketika pulang ke Tian Jin adalah meminta maaf kepada Keluarga Qin Lei, serta para pendekar yang pernah dikalahkannya. Tindakan Huo Yuan Jia ini sangat mengejutkan para pendekar Tianjin. Mereka menyambut baik sikap Huo Yuan Jia dan menaruh hormat yang tinggi padanya.  

Pada tahun 1909, Huo Yuan Jia menerima tantangan berduel dari Petinju Inggris bernama Hercules O’Brien. Pertarungan ini menjadi kontroversi karena Huo Yuan Jia diwajibkan mengikuti aturan tinju, sehingga tidak boleh menggunakan tendangan. Duel tersebut akhirnya dihentikan karena pendukung Huo Yuan Jia keberatan dengan aturan pertarungan yang dinilai sangat tidak adil dan merugikan pihak Huo Yuan Jia.

Duel tersebut diulang kembali tahun 1910, di mana aturannya diubah lebih fleksibel. Dalam pertarungan tersebut, Huo Yuan Jia dengan mudah mengalahkan O’Brien di Ronde Pertama.

Pasca kemenangannya melawan Hercules O’Brien, Yuan Jia pindah ke Shanghai, kemudian mengajak para guru padepokan bela diri Tiongkok untuk bergabung membentuk sebuah perkumpulan bela diri yang dinamakannya 精武体育 - Jing Wu Ti Yu Hui atau disingkat Jing Wu. Beberapa guru yang hadir dan menjadi pendiri Jing Wu adalah : Master Chen Zi Zheng dari Padepokan 鷹爪Ying Zhao Bai (Cakar Elang), Master Luo Guang Yu dari Padepokan 七星螳螂  - Qi Xing Tang Lang Quan (Belalang Tujuh Bintang),  dan Master Geng Xia Guang dari Padepokan 形意 – Xing Yi Quan atau Tai-Chi Quan gaya Wu Dang.

Pada bulan Juni 1910, Perguruan Jing Wu pun resmi dibentuk di Shanghai dan dibuka untuk umum.  Pada waktu bersamaan, kesehatan Huo Yuan Jia menurun drastis. Selain menderita penyakit kuning, Yuan Jia juga menderita Tuberculosis. Karena teknik pengobatan Tiongkok belum mampu menyembuhkan tuberkulosis di masa itu, Yuan Jia kemudian berobat pada dokter Jepang bernama Dokter Akino.

Saat sedang berobat, Yuan Jia ditantang berduel oleh sekelompok murid Judo dari Jepang. Tapi karena kondisinya yang masih belum baik, Yuan Jia menolak tantangan itu.

Karena penolakan itu, para pejudo Jepang (yang terdiri dari 10 orang pejudo dan 1 orang instruktur) itu mendatangi Jing Wu dan menantang para murid Yuan Jia untuk berduel. Waktu itu, murid terbaik Yuan Jia bernama Liu Zhen Sheng menerima tantangan tersebut. Namun dia kalah dalam duel tersebut.

Mendengar muridnya kalah, Yuan Jia – yang saat itu masih dalam kondisi sakit - mendatangi para murid judo tersebut dan berhasil mengalahkan kesemua pejudo tersebut.

Berita tentang kekalahan pejudo Jepang tersebut tersebar dengan sangat cepat dan membuat nama Perguruan Jing Wu serta Huo Yuan Jia menjadi semakin terkenal di Shanghai.

Tidak lama setelah kemenangan itu, Yuan Jia pun menghembuskan nafas terakhirnya. Pada tanggal 9 Agustus 1910, di usia 42 tahun, Yuan Jia meninggal dunia.Penyebab kematian Huo Yuan Jia hingga hari ini masih menjadi misteri. Spekulasi yang beredar dan dipercaya masyarakat Tiongkok hingga hari ini adalah Yuan Jia tewas karena diracun orang Jepang karena kelompok Judo mereka dipermalukan oleh Huo Yuan Jia. Meski demikian, hingga hari ini spekulasi tersebut belum pernah terbukti.

Misteri kematian Huo Yuan Jia ini kemudian menjadi inspirasi banyak film.

Salah satu film yang menawarkan teori penyebab kematian Huo Yuan Jia adalah film FIST OF FURY yang dirilis tahun 1972. Film tersebut merupakan film pertama yang mengangkat cerita latar belakang di balik kematian Huo Yuan Jia.



KISAH SANG PENDEKAR :
Fist of Fury (精武 - Jing Wu Men) adalah film bergenre eksyen produksi Golden Harvest.

Film ini disutradarai Lo Wei, dan diperani oleh Legenda Kung Fu Bruce Lee (Li Xiao Long), Nora Miao (Miao Ke Xiu), Riki Hashimoto, Robert Baker, Tien Feng, dan Lo Wei sendiri.

Film ini merupakan film besar kedua Bruce Lee setelah sebelumnya dia berperan di film The Big Boss (1971). Sama seperti film pertamanya, film Fist of Fury meraih kesuksesan yang luar biasa, dan membuat Bruce Lee makin dikenal secara internasional.

Film ini diawali dengan kisah kembalinya Chen Zhen ( ) dari Jepang ke Padepokan Jing Wu setelah dia mendengar gurunya, Huo Yuan Jia, meninggal dunia. Chen Zhen adalah murid kesayangan Hou Yuan Jia dan dia sudah menganggap Huo Yuan Jia sebagai orang tuanya sendiri. Saat pulang dan mendapati gurunya sedang dikuburkan, Chen Zhen sangat terpukul dan emosional.

Setelah penguburan tersebut, Chen Zhen tidak makan dan minum selama dua hari dan hanya duduk di altar pemakaman gurunya. Dia kemudian mempertanyakan penyebab kematian gurunya kepada teman-teman seperguruannya. Mereka mengatakan kalau Guru meninggal akibat penyakit. Tetapi Chen Zhen tidak mempercayainya.

Pada hari ketiga setelah kematian Huo Yuan Jia, para murid dan pemimpin padepokan Jing Wu mengadakan upacara penghormatan terakhir kepada guru mereka. Namun kekhusukan mereka terganggu dengan kedatangan dari Sekolah Judo Jepang Hung Jiu. Lewat penerjemah mereka, Hu Wu En, pihak Sekolah Judo Hung Jiu membawakan sebuah papan nama yang terbungkus rapi yang mereka serahkan kepada Sekolah Jing Wu.

Ketika bungkus papan nama itu dibuka, terlihatlah tulisan di papan itu adalah “Dong Ya Ping Fu” (Orang Sakit dari Asia).

Sekolah Judo Hung Jiu sengaja memberikan papan itu kepada Sekolah Jing Wu karena menganggap mereka lemah. Pada kesempatan itu, mereka menantang semua murid Sekolah Jing Wu untuk beradu kemampuan bela diri. Namun tantangan itu tidak ditanggapi para murid Sekolah Jing Wu karena mereka sedang dalam masa berkabung. Hu Wu En kemudian menghina dan memprovokasi para murid Sekolah Jing Wu. Chen zhen terpancing emosinya.

Maka setelah para murid Sekolah Judo itu pulang, Chen Zhen membawa papan nama tersebut dan membawanya ke Sekolah Judo Hung Jiu. Di sana, Chen Zhen menantang balik para murid Sekolah Judo tersebut.

Tantangan Chen Zhen disambut oleh para murid Sekolah Judo yang langsung turun mengeroyoknya.
Dengan kemampuan bela dirinya, Chen Zhen berhasil melabrak semua murid sekolah itu yang jumlahnya lebih dari 30 orang. Bahkan Chen Zhen menghajar instruktur Jepang hingga tersungkur dan tidak bisa bangun lagi.  

Setelah mengalahkan para murid sekolah judo itu, Chen Zhen menghancurkan papan nama dan memaksa 2 orang murid sekolah judo itu memakan kertas dari papan itu yang bertuliskan “Dong Ya Ping Fu”. 

Tindakan Chen Zhen yang mempermalukan para murid sekolah judo tersebut sampai ke telinga Hiroshi Suzuki, pemimpin tertinggi dari Sekolah Judo tersebut. Atas tindakan Chen Zhen itu, Suzuki kemundian menyuruh para muridnya untuk melakukan balas dendam ke Padepokan Jing Wu.

Para murid Sekolah Judo itu pun datang dan menghancurkan Padepokan Jing Wu.

Sementara itu, Chen Zhen yang sedang berjalan di kota Shanghai dihadang oleh seorang petugas saat dia ingin masuk ke sebuah taman. Ternyata di depan taman tersebut terpampang tulisan “Orang Tiongkok dan Binatang Berkaki Empat dilarang masuk ke taman”. Pada saat itu, segerombolan orang Jepang memasuki taman tersebut. Melihat Chen Zhen yang berdiri di depan taman, mereka pun menghina Chen Zhen. Chen Zhen yang marah, kemudian menghajar orang Jepang tersebut.

Ketika Chen Zhen kembali ke Padepokan Jing Wu, betapa terkejutnya dia melihat padepokannya sudah hancur berantakan. Dia ditegur oleh para seniornya karena telah melakukan tindakan yang ceroboh dengan membikin masalah dengan Sekolah Judo. Agar tidak membuat masalah lebih banyak lagi, Chen Zhen diminta untuk pergi dari Shanghai. Tapi Chen Zhen menolak.

Malamnya, saat Chen Zhen sedang merenung di ruang tamu padepokannya, dia mendengar percakapan 2 orang murid Jing Wu. Dari sana, Chen Zhen mengetahui kalau merekalah orang yang meracuni Guru Huo Yuan Jia dengan cara memasukkan racun arsenik ke biskuit yang dimakan Huo Yuan Jia. Salah satu dari mereka ternyata adalah orang Jepang yang sengaja menyamar menjadi Juru Masak Padepokan Jing Wu.

Sejak awal begabung dengan Jing Wu, dia memang berniat untuk membunuh Huo Yuan Jia. Kedua orang itu berusaha membungkam Chen Zhen, namun Chen Zhen berhasil membunuh mereka berdua, dan menggantung mayat mereka di tiang listrik yang tidak jauh dari padepokan Jing Wu.

Setelah kejadian itu, Chen Zhen meninggalkan padepokan Jing Wu dan tinggal di makam gurunya.

Ternyata orang Jepang yang menyamar sebagai Juru Masak Jing Wu yang dibunuh Chen Zhen itu adalah adik dari Instruktur Sekolah Judo Hung Jiu.

Mengetahui adiknya dibunuh Chen Zhen, Sang Instruktur meminta Hiroshi Suzuki untuk membalaskan dendam. Tapi Penerjemah Wu En memberikan ide agar kejadian itu dilaporkan kepada polisi. Setelah polisi turun tangan dan Chen Zhen dipenjara, mereka bisa lebih mudah menyiksa dan membalaskan dendam mereka pada Chen Zhen. Suzuki setuju, dan mereka pun melaporkan Chen Zhen pada polisi.

Untuk menghindari kejaran polisi, Chen Zhen menyamar sebagai penarik rickshaw dan berhasil menjebak Penerjemah Wu En.  Dia memaksa Wu En untuk menceritakan siapa saja yang terlibat dalam kasus meninggalnya Huo Yuan Jia. Dan terungkaplah kalau Hiroshi Suzuki adalah otak dari pembunuhan gurunya tersebut.

Wu En lalu berniat membunuh Chen Zhen, namun dia justru yang tewas di tangan Chen Zhen.

Setelah mengetahui dalang pembunuh gurunya, Chen Zhen melabrak Sekolah Judo. Pada akhirnya Chen Zhen berhasil membunuh Hiroshi Suzuki dan membalaskan dendam gurunya.

Di akhir film, Chen Zhen dihadang oleh polisi konsulat Rusia bersenjata lengkap saat dia baru keluar dari kompleks Diplomat Jepang. Chen Zhen melompat ke arah polisi itu, dan dia dihujani tembakan senjata. Aksi Chen Zhen itu menjadi fenomenal dan kelak ditiru oleh banyak film eksyen Hong Kong. 

Kisah kehidupan Huo Yuan Jia dan Chen Zhen mengajari kita beberapa hal :
1.      Meski memiliki kemampuan lebih dari kebanyakan orang, janganlah kita menjadi Sombong.
Ketika telah merasa menguasai satu hal, terkadang orang terjebak dalam kesombongan. Menurutnya, karena punya pengalaman dan punya kemampuan, maka orang tersebut merasa lebih pintar daripada orang lain. Karena itu, orang tersebut sering merendahkan dan menghina orang lain yang dianggapnya tidak sepintar dirinya.  

Ada pepatah Tionghua yang mengatakan : 天外有天,人外有 (Thien Wai You Thien, Ren Wai You Ren).Yang artinya:  Sepandai bagaimana pun kita, akan selalu ada orang lain yang lebih pandai daripada kita.  Pepatah ini ingin mengingatkan kita, bahwa kepandaian yang kita miliki sebenarnya bukan apa-apa, karena sebenarnya di luar sana, masih banyak orang yang jauh lebih pintar dan hebat daripada kita. Karena itu, meski merasa diri memiliki pengetahuan yang lebih daripada orang lain, hendaknya kita punya kerendahan hati untuk menghargai orang lain, dan kerendahan hati untuk belajar dari orang lain. Dengan kerendahan hati, kita dapat belajar hal baru yang mungkin tidak kita ketahui sebelumnya. Dan dengan kerendahan hati pula, kita mendapatkan penghargaan dari orang lain.  

2.      Milikilah Kebesaran Hati untuk Memaafkan.
Huo Yuan Jia melakukan kesalahan besar ketika membunuh seorang guru padepokan bela diri, yang mengakibatkan keluarganya menjadi korban balas dendam. Yuan Jia bisa saja melakukan balas dendam pada orang yang menghabisi keluarganya. Tapi dia memilih mengasingkan diri selama beberapa tahun,  mengintrospeksi diri sendiri, lalu kembali lagi untuk kemudian meminta maaf kepada orang yang pernah disakitinya.

Tidak banyak orang yang bisa melakukan hal seperti yang Huo Yuan Jia lakukan. Yuan Jia mengajari kita sebuah pelajaran paling berharga dalam menjalin hubungan dengan orang lain, yaitu Pelajaran tentang Keberanian untuk Memaafkan.



JURUS SANG PENDEKAR :
Jurus ciptaan Huo Yuan Jia yang paling dasyat dan tidak terkalahkan hingga hari ini adalah Jurus Mi Zong Yi. Mi Zong Yi merupakan pengembangan dari Jurus Shaolin bernama Mi Zong Quan, atau Mizong Lohan, atau di Indonsia dikenal dengan nama Jurus Tinju Labirin atau Tinju Tanpa Arah.

Mi Zong Quan merupakan salah satu jurus Tiongkok Utara yang cukup terkenal dan dipercaya telah ada sejak Dinasti Tang (618 – 907 Sesudah Masehi).  Tidak jelas siapa yang menciptakan jurus ini, tetapi banyak orang meyakini jurus ini punya keterkaitan dengan Jurus Panjang ( ) yang juga sangat terkenal di daerah Tiongkok Utara. Jurus Panjang diciptakan oleh seorang Jendral Bangsa Han bernama Yue Fei. Yue Fei juga dikenal sebagai pencipta Jurus Xing Yi Quan, sebuah jurus Butong Pay (Aliran Wu Dang). Jurus Xing Yi Quan diyakini pertama kali diajarkan di Propinsi Henan dan Shanxi di masa Dinasti Song (960 – 1279 Sesudah Masehi). Karena aspek inti gerakan Jurus Panjang dan Mi Zong Quan memiliki persamaan, maka banyak orang menduga kalau Yue Fei adalah orang yang juga menciptakan Mi Xong Quan.

Di masa Dinasti Tang, Biara Shaolin mengembangkan Mi Zong Quan dengan menggabungkan jurus tersebut dengan Jurus Luo Han Quan milik mereka. Penggabungan ini memunculkan jurus baru yang menjadi salah satu jurus inti Biara Shaolin, yaitu Mizong Lohan Quan. Hingga hari ini, Mizong Lohan Quan menjadi salah satu jurus andalan Biara Shaolin yang banyak digunakan, baik untuk eksibisi (pertunjukan) maupun untuk latihan para biarawan Shaolin. 

Huo Yuan Jia mendapatkan pelajaran Mi Zong Quan dari ayahnya Huo En Di, yang merupakan Generasi Keenam Penerus Aliran Mi Zong Quan. Lewat beberapa improvisasi yang dilakukan Huo Yuan Jia, maka lahirlah Jurus baru yang dikenal dengan nama Mi Zong Yi.
Keunikan gerakan Mi Zong Yi terletak pada gerakan tangan yang menipu lawan, di mana tangan yang satu mengalihkan perhatian lawan, sedangkan tangan yang lain melakukan gerakan menyerang. Jurus ini dikombinasikan dengan gerakan kaki, baik lewat tendangan tinggi dan rendah, serta gerakan kuda-kuda, baik menyamping, maupun ke depan.

Gerakan Mi Zong Yi juga menekankan pada fleksibiltas gerak tubuh. Dengan demikian, serangan berupa pukulan dan tendangan tidak harus selalu mengarah ke depan seperti yang biasa digunakan oleh jurus-jurus lain, tetapi juga bisa dari samping, atas, dan bawah. Fleksibilitas yang dimiliki Jurus Mi Zong Yi juga memungkinkan pengguna jurus ini bisa menyerang dari jarak jauh maupun dekat.



FAKTA SANG PENDEKAR :
1.     Banyak penonton mengira kalau tokoh Chen Zhen di film Fist of Fury adalah sosok yang benar-benar ada. Padahal Chen Zhen adalah tokoh fiktif yang merupakan kreasi penulis skenario Ni Kuang. Karakter Chen Zhen menjadi sangat terkenal karena diperankan dengan sangat meyakinkan oleh Bruce Lee.

Karakter Chen Zhen diyakini banyak orang terinspirasi dari Liu Zhen Sheng, yang merupakan murid kesayangan Huo Yuan Jia.

2.       Banyak orang yang juga berpendapat kalau Jing Wu adalah padepokan bela diri fiktif dan hanya ada di film saja. Faktanya, Padepokan Jing Wu benar-benar ada. Huo Yuan Jia dan beberapa Guru Bela Diri dari berbagai Aliran mendirikan Padepokan Jing Wu di Shanghai tanggal 7 Juli 1910.

Padepokan Jing Wu merupakan padepokan bela diri pertama yang bertransformasi menjadi Institut Seni Bela Diri di Tiongkok, di mana padepokan itu tidak saja mengajari siswanya belajar bela diri, tetapi juga belajar hal-hal yang berhubungan dengan sejarah dan perkembangan bela diri. Karena itu, Padepokan Jing Wu punya kurikulum sendiri dan jam pelajarannya dibuat seperti Sekolah Regular pada umumnya.

Padepokan Jing Wu sempat ditutup oleh Pemerintah Tiongkok pada tahun 1966, namun diizinkan untuk dibuat kembali pada tahun 1976, pasca Revolusi Budaya Tiongkok di bawah Pemerintahan Mao Ze Dong berakhir.

Kini Padepokan Jing Wu telah memiliki 59 cabang di 22 negara di seluruh dunia. Di negara di luar Tiongkok, Padepokan Jing Wu dikenal sebagai Federasi Jing Wu atau Asosiasi Atletik Jing Wu (精武体育 – Jing Wu Di Yi Hui).

3.       Fist of Fury merupakan film di mana Jackie Chan mendapatkan pengalaman pertamanya bermain film. Di film tersebut, Jackie Chan berperan sebagai stunt-double (pemeran pengganti) aktor Riki Hashimoto, pemeran Pimpinan dojo Hiroshi Suzuki. Selain itu, Jackie Chan juga berperan sebagai salah seorang murid di Padepokan Jing Wu, dan sepanjang film dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.  
  
4.       Saat pengambilan gambar adegan di taman (ketika Chen Zhen dilarang masuk ke dalam taman), Bruce Lee kaget saat membaca papan tulisan yang terpampang di pintu taman. Papan itu bertuliskan “Orang Tionghoa dan binatang berkaki empat dilarang masuk ke taman”.

Bruce Lee sama sekali tidak tahu tentang rencana pemasangan papan tulisan tersebut. Dan ketika dia membaca tulisan pada papan itu, Bruce Lee sangat marah dan tidak mau melanjutkan proses shooting. Dia bersitegang dengan Sutradara Lo Wei, karena menganggap tulisan itu sangat menghina martabatnya sebagai orang Tionghua. Namun setelah Lo Wei menjelaskan alasan penulisan itu adalah untuk membangkitkan semangat nasionalisme penonton, Bruce Lee akhirnya setuju melanjutkan proses pengambilan gambar.

Meski demikian, setelah proses shooting film Fist of Fury selesai, Bruce Lee memutuskan untuk tidak lagi bekerja sama dengan Lo Wei.

Sebagai informasi, sebelum bekerja sama di film Fist of Fury, Bruce Lee dan Lo Wei sebelumnya telah bekerja sama di film The Big Boss. Film itu merupakan film pertama Bruce Lee yang membuatnya menjadi aktor internasional.


5.       Saat dirilis di Amerika Serikat tahun 1971, film Fist of Fury dirilis berbarengan dengan film Bruce Lee yang lain berjudul The Big Boss. Saat tayang di bioskop, terjadi kesalahan dalam penulisan judul filmnya, sehingga kedua film tersebut dirilis dengan judul yang keliru : film Fist of Fury dirilis di Amerika Serikat dengan judul The Chinese Connection, sedangkan film The Big Boss dirilis dengan judul Fist of Fury.

Judul kedua film yang keliru tersebut tetap digunakan hingga tahun 2005. Pada tahun 2005, film Fist of Fury dirilis ulang di Amerika Serikat dalam bentuk DVD dengan menggunakan judul aslinya. Sedangkan DVD film The Big Boss tidak berubah dan tetap menggunakan judul Fists of Fury (dengan tambahan huruf “S” dibelakang kata “Fist”).  


6.       Sejak film Fist of Fury sukses, banyak produser yang kemudian membuat film yang mengangkat kisah hidup Huo Yuan Jia dan Chen Zhen, baik dibuat dalam bentuk film layar lebar maupun serial televisi.  Hingga hari ini, sudah ada 5 film layar lebar dan 8 serial televisi yang dibuat dengan cerita tentang kisah hidup Huo Yuan Jia dan Chen Zhen. Kebanyakan menggunakan alur cerita yang mirip dengan film Fist of Fury.

Beberapa film layar lebar yang mengisahkan petualangan Chen Zhen antara lain Fist of Legend (1994) yang diperani Jet Li sebagai Chen Zhen, Hero Youngster (2004) yang diperani Tsui Siau Lung,  dan yang paling anyar adalah Legend of The Fist : The Return of Chen Zhen (2010) yang diperani Donnie Yen.

Sedangkan untuk serial televisi, beberapa yang terkenal adalah The Legendary Fok (1981) yang diperani Wong Yuen Sun sebagai Huo Yuan Cia dan Liang Xiao Long sebagai Chen Zhen, Fist of Fury (1995) yang diperani Donnie Yen, Chen Zhen (2001) yang diperani Vincent Zhao / Zhao Wen Zhuo sebagai Huo Yuen Jia dan Wu Yue sebagai Chen Zhen, dan Huo Yuan Jia (2008) yang diperani Ekin Cheng / Cheng Yi Cien sebagai Huo Yuan Jia dan Jordan Chan / Chen Xiao Chun sebagai Chen Zhen.

Dari semua adaptasi layar lebar dan serial televisi yang pernah dibuat, film layar lebar Fist of Legend (1994), Fearless(2006), dan Legend of The Fist: The Return of Chen Zhen (2010) adalah 3 adaptasi yang hingga hari ini merupakan adaptasi terbaik yang pernah dibuat.

Fist of Legend (精武英) disutradarai Gordon Chan dan diperani oleh Jet Li (sebagai Chen Zhen), Chen Siau Hau, Yasuaki Kurata, dan Shinobu Nakayama. Meski jalan ceritanya mengikuti alur yang sangat mirip dengan film Fist of Fury, namun film Fist of Legend menjadi memorabel karena koreografi pertarungannya yang sangat realistis. Koreografer perkelahian film ini adalah Yuen Woo Ping, yang juga terkenal sebagai sutradara film-film kungfu. Adegan perkelahian di film Fist of Legend inilah yang kemudian menginspirasi Duo Sutradara Wachowski Bersaudara untuk mengajak Yuen Woo Ping bekerja sama menggarap koreografi perkelahian di film trilogi The Matrix. Selain itu, Gaya Koreografi Perkelahian film Fist of Legend ini pun nantinya menjadi tren dan sering dipakai oleh film-film eksyen lain era tahun 1990-an. Beberapa film populer yang menggunakan gaya tersebut adalah : Hitman (1998), Romeo Must Die (2000), dan Kiss of the Dragon (2001). Uniknya, kesemua film tersebut diperan-utamai oleh Jet Li.

Fearless disutradarai Ronny Yu dan diperani oleh Jet Li (sebagai Huo Yuen Jia), Dong Yong, Collin Chou, dan Betty Sun. Film ini mengangkat cerita kisah hidup Huo Yuan Jia sejak dia kecil hingga meninggal karena diracun. Aslinya, film ini berdurasi 140 menit. Namun karena dianggap terlalu panjang, maka saat ditayangkan di bioskop, durasi film ini dikurangi menjadi 105 menit. Menariknya, dalam versi asli berdurasi 140 menit, ada adegan Jet Li bertarung dengan Michelle Yeoh dan seorang petarung Muaythai yang diperani Somluck Kamsing. Adegan itu dibuang dan tidak muncul di versi layar lebar.

Setahun kemudian (2007), DVD Fearless dirilis. Dalam DVD itu, adegan perkelahian Jet Li dengan petarung Muaythai dimunculkan, sehingga durasi film menjadi 110 menit.  Tidak lama berselang, DVD Fearless versi Director’s Cut dirilis. Selain menampilkan pertarungan Jet Li dengan Michelle Yeoh dan Petarung Muaythai, versi ini juga menambahkan latar belakang dan kisah hidup Nyonya Yang (diperani Michelle Yeoh) di mana karakter ini sama sekali tidak pernah ada di film Fearless sebelumnya. Kisahnya pun mengalami perubahan, di mana kisah hidup Huo Yuan Jia justru diceritakan dari sudut pandang Nyonya Yang, bukan dari sudut pandang Huo Yuan Jia seperti yang ditampilkan di film yang ditayangkan di bioskop.  

Dan yang terakhir adalah Legend of The Fist : The Legend of Chen Zhen (精武風雲-陳) disutradarai oleh Andrew Lau, dengan diperani Donnie Yen (sebagai Chen Zhen), Shu Qi, Anthony Wong, Huang Bo, dan Kohata Ryu. Film ini merupakan sekuel dari film Fist of Legend (1994) yang diperani Jet Li.  Meski mengambil cerita yang sama sekali sangat baru dan nyaris tidak berhubungan dengan cerita Fist of Fury maupun Fist of Legend, film Legend of The Fist menjadi film yang banyak mendapatkan pujian karena menampilkan elemen khas Bruce Lee. Hal ini disengaja karena film ini dibuat sebagai kenangan untuk Bruce Lee. Selain pertarungan Chen Zhen melawan para murid Sekolah Judo, film ini juga menampilkan adegan Chen Zhen mengenakan topeng superhero. Topeng itu merupakan topeng yang pernah dipakai Bruce Lee saat dia bermain sebagai Kato di serial televisi Hollywood berjudul The Green Hornet.

Hal paling menarik dari film Legend of The Fist adalah koreografi perkelahiannya yang dibuat oleh Donnie Yen. Donnie Yen memasukkan unsur bela diri campuran (Mixed Martial Arts) dalam koreografinya, seperti Brazillian Jiu-Jitsu, Judo, Karate, Tinju, Muaythai, Gulat, Jeet Kun Do, dan Wing Chun.  Penggunaan Mixed Martial Arts ini membuat adegan perkelahian film ini terlihat sangat realistis dan sadis.

Selain itu, di film Legend of the Fist, Donnie Yen juga menyertakan penggunaan senjata Nunchaku atau Xuang Cie Kun yang merupakan senjata yang digunakan Bruce Lee saat bermain di film Fist of Fury. Xuang Cie Kun merupakan senjata  berupa dua buah batang kayu tebal sepanjang 25 – 30 sentimeter yang dihubungkan dengan rantai besi sepanjang 20 sentimeter. Senjata ini merupakan senjata tradisional dari wilayah Fujian, yang kini telah diklaim sebagai senjata bela diri milik Jepang.  Bruce Lee menggunakan senjata ini di film Fist of Fury, dan menggunakannya kembali di film film terakhirnya, Game of Death.  Gaya Bruce Lee menggunakan Xuang Cie Kun dengan memutar-mutarkan senjata itu ke tubuhnya, menjadi gaya khas Bruce Lee yang hingga hari ini banyak ditiru orang.

1 comment: